POST-POWER SYNDROME

oleh : Sub divisi PIO, Divisi Akademik dan Aplikasi

 

Definisi

Postpower syndrome adalah suatu gejala yang terjadi dimana si penderita tenggelam dan hidup di dalam bayang-bayang kehebatan, keberhasilan masa lalunya sehingga cenderung sulit menerima keadaan yang terjadi sekarang.

Post-power syndrome adalah gejala yang terjadi dimana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini. Seperti yang terjadi pada kebanyakan orang pada usia mendekati pensiun. Selalu ingin mengungkapkan betapa begitu bangga akan masa lalunya yang dilaluinya dengan jerih payah yang luar biasa.

Penyebab post-power syndrome

Turner & Helms (Supardi, 2002) menggambarkan penyebab terjadinya post-power syndrome dalam kasus kehilangan pekerjaan, yaitu:

  1. Kehilangan harga diri; hilangnya jabatan menyebabkan hilangnya perasaan atas pengakuan diri.
  2. Kehilangan fungsi eksekutif; fungsi yang memberikan kebanggaan diri.
  3. Kehilangan perasaan sebagai orang yang memiliki arti dalam kelompok tertentu.
  4. Kehilangan orientasi kerja.
  5. Kehilangan sumber penghasilan terkait dengan jabatan terdahulu.

Biasanya Post-power syndrome banyak menyerang seseorang yang baru pensiun, terkena PHK, seseorang yang pernah mengalami kecacatan karena kecelakaan, menjelang tua atau orang yang turun jabatan, dsb. Hal ini semakin diperparah dengan kondisi mindset individu yang mengatasnamakan jabatan sebagai sesuatu yang sangat membanggakan pada dirinya. Semua ini bisa membuat individu pada frustasi dan menggiring pada gangguan psikologis, fisik serta sosial.

Gejala-gejala individu yang mengalami post-power syndrome

  1. Gejala fisik: tampak kuyu, terlihat lebih tua, tubuh lebih lemah dan sakit-sakitan.
  2. Gejala emosi mudah tersinggunng, pemurung, senang menarik diri dari pergaulan, atau sebaliknya cepat marah untuk hal-hal kecil, tak suka disaingi dan tak suka dibantah.
  3. Gejala perilaku: pendiam, pemalu, atau justru senang berbicara mengenai kehebatan dirinya di masa lalu, mencela, mengkritik, tak mau kalah, dan menunjukkan kemarahan baik di rumah maupun di tempat umum.

Pada beberapa kasus, post-power syndrome yang berat diikuti oleh gangguan jiwa seperti tidak bisa berpikir rasional dalam jangka waktu tertentu, depresi yang berat, atau pada karakter kepribadian introvert.

Langkah pencegahan

Menurut para ahli psikologi, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya post-power syndrome pada diri individu, yaitu:

  1. Langkah preventif dapat dilakukan dengan mengembangkan pola hidup positif. Pengembangan bola hidup yang positif memberikan energi positif pada pemikiran seseorang, sehingga memiliki kecenderungan untuk tidak terpuruk dalam permasalahannya.
  2. Langkah perseporatif dapat dilakukan dengan membuka diri pada ajakan untuk membuka kesempatan aktualisasi diri. Dengan memiliki banyak pengalaman, seseorang akan memiliki wawasan yang luas dalam berpikir. Sehingga hilangnya pekerjaan tidak menjadi hal yang mematikan semangat hidup seseorang.
  3. Langkah kuratif dapat dilakukan dengan bergembira menjalani tantangan hidup. Seseorang yang memiliki pandangan positif pada setiap kesulitan akan mencari solusi dalam setiap masalah hidupnya, bukan memikirkan masalah sebagai problematika yang tak ada solusinya.

Penanganan post-power syndrome

Seseorang yang mengalami post-power syndrome biasanya menganggap bahwa jabatan atau pekerjaannya merupakan hal yang sangat membanggakan bahkan cenderung menjadikan pekerjaannya sebagai dunianya. Sehingga hilangnya pekerjaan karena pensiun atau PHK memberikan dampak psikologis pada mental seseorang. Penanganan yang bisa dilakukan pada kasus seperti ini adalah dengan memberikan terapi kognitif/cognitive behavioral therapy. Dengan terapi kognitif, diharapkan seseorang dapat mengubah pola pikir yang sebelumnya membanggakan prestasi, jabatan, dan pekerjaannya, menjadi yakin, percaya dan menerima bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Setelah itu, temukanlah hal-hal baru yang bisa membanggakan atau memberikan kebermaknaan hidup. Dalam keadaan seperti ini, keluarga juga memiliki pengaruh pada terlewatinya fase post-power syndrome. Seseorang bisa menerima kenyataan dan keberadaannya dengan baik akan lebih mampu melewati fase ini dibandingkan seseorang yang memiliki konflik emosi.

Leave a comment